Minggu, 20 Desember 2015

Ki Hajar Dewantara, Guru dan Wajah Pendidikan di Indonesia


"Saya yakini bahwa karya guru-guru akan membentuk wajah masa depan. Kualitas masa depan bangsa Indonesia ditentukan oleh para guru."


Demikian kata Presiden Jokowi soal profesi mulia ini. Dalam peringatan Hari Guru tahun 2015, Jokowi juga menyampaikan guru adalah agen perubahan karakter suatu bangsa.

Begitu beratnya peran guru dalam sebuah bangsa. Namun banyak di antara mereka yang belum dapat hak semestinya. Sebagian besar hidup sebagai honorer, sekadar dibayar untuk menyambung hidup. Sebagian lagi bertugas di pedalaman. Mengayuh sampan atau berjalan berkilo-kilo meter demi mengajar anak didiknya.

70 tahun merdeka, pendidikan Indonesia masih jauh kata ideal. Dalam beberapa survei internasional, Indonesia tertinggal sangat jauh dari Singapura.

Pendidikan di Indonesia masih berputar bagaimana menciptakan manusia yang bisa bekerja selulus sekolah. Bukan untuk membuat karya-karya besar di masa depan.

Rangking di sekolah adalah hal nomor satu. Siswa-siswa berlomba untuk mengejarnya. Orangtua mereka memanaskan persaingan ini, dengan aneka les dan pengajar privat. Guru-guru juga dipaksa untuk mencetak siswa-siswa terbaik yang mampu mengangkat nama sekolah mereka.

Sekolah menjadi seperti perusahaan. Semuanya bertujuan pada hasil, bukan bagaimana proses membentuk seorang manusia. Dalam beberapa kasus, guru membantu murid mereka berbuat curang agar lulus Ujian Nasional. 

Sebagai siswa mereka lulus, tapi sebagai manusia apakah mereka layak dinyatakan lulus? Apakah ada jaminan murid-murid itu tak mengulangi kecurangan mereka di masa depan?

Jenderal Hoegeng, si polisi jujur pernah berkata. "Menjadi orang penting itu baik. Tapi lebih penting lagi menjadi orang baik."

Sayangnya budi pekerti bukan hal utama yang diajarkan dalam pendidikan di Indonesia.

Pendidikan di Finlandia diakui sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Kuncinya adalah mengembangkan potensi setiap siswa. Para pelajar dirangsang untuk punya keingintahuan yang tinggi untuk selalu menemukan hal-hal baru. Metode pengajaran berlangsung dinamis melalui permainan, bahkan memasak dan menjahit. 

Cara belajar seperti ini tengah dikembangkan di sekolah-sekolah swasta yang mahal. Sayangnya tak semua punya kesempatan mencicipi sistem pendidikan modern seperti ini.

Padahal lebih seratus tahun lalu, Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara sudah punya konsep soal pendidikan seperti ini. Pendiri Taman Siswa ini membangun pendidikan yang memanusiakan manusia dan membuat manusia bisa menguasai dirinya sendiri.

Ki Hajar Dewantara menawarkan sistem mengajar yang dinamakan sistem among. Menyokong kodrat alam anak-anak didik, bukan dengan perintah dan larangan. Tetapi dengan tuntunan dan bimbingan, sehingga perkembangan fisik dan batin anak tersebut dapat tumbuh sesuai potensinya. Inilah yang dipakai sebagai kunci pendidikan negara maju.

Di depan memberi teladan, di tengah membangun kekuatan, dan di belakang memberi dorongan. Tapi kita seolah lupa dengan semua itu. Di depan korupsi, di tengah menyikut dan di belakang mencaci-maki. Sungguh, kita lupa yang diajarkan Ki Hajar Dewantara.

(Ramadhian Fadillah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar